PUNYA BRAND APAKAH KITA SETELAH LEBARAN?
http://www.whizisme.com/2013/08/punya-brand-apakah-kita-setelah-lebaran.html
Sebenarnya posting kali ini hanyalah sebuah perenungan. Perenung yang masih punya batas normal, seorang hamba yang masih linglung menghadapi fatamorgana dunia sebelum syawwal berakhir.
Jelang lebaran yang dulu, kita sibuk sesibuknya mempersiapkan kartu ucapan selamat lebaran. Membuat semanisnya kata-kata SMS lebaran serta membalasnya. Serepot-repotnya lagi bingung memilih baju dan menu lebaran.
Entah ini budaya atau kah keharusan tanpa esensi. Semoga saja masih ditemani hasrat ibadah-ibadah yang bernilai tinggi.
Waktu yang telah ditunggu-tunggu akhirnya meninggalkan kita. Bahkan kita yang sesumringah menunggu, walhasil harus ngalah jua.
Sebelum Ramadhan kita gengsi-gengsian melepas banyak uang, berbelanja merek yang tak tahu itu berguna apa tidak. Seolah-olah intimidasi serakah itu berubah menjadi kata yang bijak "Memperingati lepas puasa, apa salahnya".
Benar-benar kita terjebak dalam kungkung hedonisme, kubang lumpur berparfum palsu. Tapi tak apalah kita dengan gembira menyambutnya. Soal merek-merek urusan nanti, yang penting diskon. See, ampuh memang brand mempermainkan persepsi.
Akhirnya Ramadhan jelang jua. Oh tidak ada salahnya juga membelimerek ngetren berupa pakaian dan makanan jelang puasa usai. Terlihat sangat Pe-De sekali jika kita sholat memakai koko merek anu, sarung-pun tak kalah bermerek. Tidak sreg kalau lepas memakai merek Gajah-gajahan atau Atlas-atlasan #eh
Baca Juga: Mengenal Elemen Merek
Berati kali ini harusnya kita menata hati bukan menata merek.
Lha, kenapa juga sih harus ada merek dan bermerek?...
Kalau bermerek terus nanti akan timbul kasta-kasta, akhirnya timbul kesenjangan. Duh, mau berpakaian aja kita masih angkuh, sok membandingkan, riya' dan timbulah dosa.
Tugas kita ber-Ramdhan ria merupakan perwujudan lomba meraih brand fitrah. Puasa menahan keinginan nafsu makan-minum, syahwat itu merupakan ujian bagi hamba yang bertaqwa. Namun kita seringkali mengakalinya sebagai hura-hura setahun sekali. Dengan mudah kita ucap aji mumpung.
Kegembiraan eh... hedonisme berlebih. Hakikatnya ndak sampai hanya dzohir yang melipir itupun ya kalo puasa kalo ndak? Ah, sudahlah yang penting DISKON katanya.
Dan hari yang kita gadang-gadangkan nampak jua. Idul fitri bagi pekerja yang merantau di kota besar, berhasrat sekali untuk mudik. Berjuang menambah uang saku atau wa-was menunggu THR. Seolah Idul Fitri harus wah, apa mungkin ini generasi kata ganti menjadi hari raya.
Baca Juga: Pamerku dan Hakmu
Sillaturohim menjadi ajang gengsi. Perhiasan, pakaian dari merek yang ditargetkan untuk dibeli sebelum lebaran akhirnya terpakai. Omongan keberhasilan kerja diutarakan. Tidak tahu berhasil dari banyaknya uang atau dibantu orang bahkan hutang. Pokoknya pulang bermobil itu berhasil. Ah, sudahlah...
Jadi kita selalu diingatkan waktu sholat Ied.
" Laisal Ied liman labitsal jadiid, Walakinal I'ed liman tho'atu taziid "
Idul fitri bukan untuk orang-rang yang berpakaian baru, melainkan untuk orang-orang yang bertambah taqwanya. Kira-kira begitu terjemahanya.
Akhirnya Syawwal hampir habis.
Jelang lebaran yang dulu, kita sibuk sesibuknya mempersiapkan kartu ucapan selamat lebaran. Membuat semanisnya kata-kata SMS lebaran serta membalasnya. Serepot-repotnya lagi bingung memilih baju dan menu lebaran.
Entah ini budaya atau kah keharusan tanpa esensi. Semoga saja masih ditemani hasrat ibadah-ibadah yang bernilai tinggi.
Waktu yang telah ditunggu-tunggu akhirnya meninggalkan kita. Bahkan kita yang sesumringah menunggu, walhasil harus ngalah jua.
Sebelum Ramadhan kita gengsi-gengsian melepas banyak uang, berbelanja merek yang tak tahu itu berguna apa tidak. Seolah-olah intimidasi serakah itu berubah menjadi kata yang bijak "Memperingati lepas puasa, apa salahnya".
Benar-benar kita terjebak dalam kungkung hedonisme, kubang lumpur berparfum palsu. Tapi tak apalah kita dengan gembira menyambutnya. Soal merek-merek urusan nanti, yang penting diskon. See, ampuh memang brand mempermainkan persepsi.
Akhirnya Ramadhan jelang jua. Oh tidak ada salahnya juga membelimerek ngetren berupa pakaian dan makanan jelang puasa usai. Terlihat sangat Pe-De sekali jika kita sholat memakai koko merek anu, sarung-pun tak kalah bermerek. Tidak sreg kalau lepas memakai merek Gajah-gajahan atau Atlas-atlasan #eh
Baca Juga: Mengenal Elemen Merek
Berati kali ini harusnya kita menata hati bukan menata merek.
Lha, kenapa juga sih harus ada merek dan bermerek?...
Kalau bermerek terus nanti akan timbul kasta-kasta, akhirnya timbul kesenjangan. Duh, mau berpakaian aja kita masih angkuh, sok membandingkan, riya' dan timbulah dosa.
Tugas kita ber-Ramdhan ria merupakan perwujudan lomba meraih brand fitrah. Puasa menahan keinginan nafsu makan-minum, syahwat itu merupakan ujian bagi hamba yang bertaqwa. Namun kita seringkali mengakalinya sebagai hura-hura setahun sekali. Dengan mudah kita ucap aji mumpung.
Kegembiraan eh... hedonisme berlebih. Hakikatnya ndak sampai hanya dzohir yang melipir itupun ya kalo puasa kalo ndak? Ah, sudahlah yang penting DISKON katanya.
Dan hari yang kita gadang-gadangkan nampak jua. Idul fitri bagi pekerja yang merantau di kota besar, berhasrat sekali untuk mudik. Berjuang menambah uang saku atau wa-was menunggu THR. Seolah Idul Fitri harus wah, apa mungkin ini generasi kata ganti menjadi hari raya.
Baca Juga: Pamerku dan Hakmu
Sillaturohim menjadi ajang gengsi. Perhiasan, pakaian dari merek yang ditargetkan untuk dibeli sebelum lebaran akhirnya terpakai. Omongan keberhasilan kerja diutarakan. Tidak tahu berhasil dari banyaknya uang atau dibantu orang bahkan hutang. Pokoknya pulang bermobil itu berhasil. Ah, sudahlah...
Jadi kita selalu diingatkan waktu sholat Ied.
" Laisal Ied liman labitsal jadiid, Walakinal I'ed liman tho'atu taziid "
Idul fitri bukan untuk orang-rang yang berpakaian baru, melainkan untuk orang-orang yang bertambah taqwanya. Kira-kira begitu terjemahanya.
Akhirnya Syawwal hampir habis.
Kesenangan untuk pamer di lebaran kemarin usai, hanya sekelumit saja rasanya. Brand dzohir (barang) akan menjadi tidak baru lagi dan biasa sedia kala. Menyisihkan brand-brand yang aseli dari Ramadhan. IMAN dan TAQWA atau sama sekali TIDAK!.
Semoga saja Alloh memberikan barokah kepada kita.
Silakan Amin sendiri-sendiri....
nek aku lebaran lumayan blonjo pakaian. Soale butuh sih ya. Belum punya kaos warna merah dan biru dongker. Belum punya ganti celana jins biru juga. Udah itu aja. Beli karena butuh. Kalopun pamer, ya itu anggap aja bonus. Bonus dosa. HAHHAHAHA.. *ketawa ebles*
ReplyDeleteYa yang penting barokah selalu dan jangan samapai Riya; #cermin hehe
Deleteterimakasih untuk wejangannya..:)
ReplyDeletewah..kayak orang sepuh dong pake wejangan :D
DeleteIjin share ya mbakk... cocok nih buat temen saya yang sukanya belanja baju.. hahha
ReplyDeletesalam kenal dan berkunjung kembali...
siap gan monggo :)
DeleteSetelah digembleng pada bulan Ramadhan seharusnya keimanan dan ketqwaan kita semakin meningkat ya mas.
ReplyDeleteTerima kasih atas artikelnya yang penuh makna
Salam hangat dari Surabaya
Setelah digembleng pada bulan Ramadhan seharusnya keimanan dan ketqwaan kita semakin meningkat ya mas.
ReplyDeleteTerima kasih atas artikelnya yang penuh makna
Salam hangat dari Surabaya
SIap Komandan BlogCamp...artikel pak Dhe juga penuh pitutur :)
Deleteartikel ini sungguh bagus dan penuh makna
ReplyDeletesalam dari tasikmalaya
salam..wah ikut lomba Citra Indah yak :)
DeleteUlasan yang menarik, kusuka gaya penulisannya dan tentu tujuan dari artikel ini!
ReplyDeletetahnks gan...semog abermanfaat :)
DeleteSaya jadi penasaran sih siapa yang memulai bahwa ketika lebaran harus punya barang2 serba baru. Saya sendiri sih gak kayak gitu :) (dan semoga kedepannya jg nggak)
ReplyDeleteOhiya salam kenal mas, Saya suka style desainnya :)
ALhamdulillah..Salm kenal Mas Dep..desain kamu juga keren lho :D
DeleteAaah.. bisa aja nih :p
DeleteKapan2 kalau ketemu, sharing tentang desain dan hal2 yang terkait ya mas :D Saya masih hijau banget, dunia desain terlalu luas :)
Siap mas Dep dgn senang hati
DeleteTaqabbalallahu minna wa minkum kang... mohon maaf lahir batin..
ReplyDeleteSami2 mas Abdulloh semoga barokah selalu :)
Deleteblom ada update posting..komen sini aja ahh.. seharusnya semua harus punya Brand baru setelah Puasa dan Lebaran...hehehhe
ReplyDeleteya nih lagi sok sibuk banget ama kerjaan..haduh...
DeleteKalo lebaran biasanya saya ga pernah beli baju, hehe... ada saja sarung yang ngasih, juga baju koko. Ya itulah yang saya pake di hari lebaran. Alhamdulillaah...
ReplyDeleteWah Alhamdulillah Ustadz AZzet pasti kalo mau Lebaran berkahnya banyak...
DeleteHi apalagi Santri-santrinya banyak berkunjung ke kediaman Pak Azzet
Wah, setuju. Merasa ditegur juga dengan artikel ini, mas :) . Hehe...
ReplyDeleteMohon maaf lahir batin :D
Wah...happy Eis Mubarak...Semoga berkah selalu yak...dan enjoy :)
DeleteKalau saya sih barangkali emg krna butuh Mas. Dn kebetulan kalau ada uang yaa beli, ndak pakek merk juga yang penting bisa di pakek. Lah, pulaknya saya ndak pernah shopping selain pas mau lebaran..hahah.. :D
ReplyDelete