INDONESIA MENGAJAR 2
http://www.whizisme.com/2012/07/book-review-indonesia-mengajar-2.html
Dalam pengantarnya, Anis Baswedan selaku ketua Indonesia Mengajar, setidaknya telah melepas 4 kali Pengajar Muda untuk mengabdi di daerah. Dimulai bulan November 2010, Juni 2011, November 2012, dan baru berangkat kemarin bulan Juni 2012. Mereka (Pengajar Muda) adalah anak-anak terbaik bangsa yang rela meninggalkan kenyamanan kota, bersusah-susah hidup di desa terpencil untuk mengajar, untuk mengabdi pada bangsa.
Sebanyak 72 pengajar bercerita di buku ini. Sebagian besar ceritanya tentang bagaimana mereka berpetualang selama setahun dalam bahtera bahagia, haru, getir, problem dan tetesan air mata. Semua tertulis apik dalam buku ini. Jelas karena sebelum diterjunkan di pedalaman, selama beberapa bulan, mereka dididik dalam training. Salah satunya diampu oleh Andrea Herata dalam hal penulisan.
Tengoklah tulisan Beryl Masdiary dalam “Meredefenisikan Bahagia” :
“ Bahagia adalah saat kau mendengar seorang anak muridmu menyanyikan lagu A-B-C-D sambil menggendong adiknya yang tertawa”.
“ Bahagia adalah saat mereka berusaha bilang: Bu, ada ten guava! Saya pakai baju yellow! Atau Mari kita eat mango!”.
Ceritanya sangat menarik, seolah-oleh kita terbawa suasana, berada langsung di tengah kerumunan anak didik, melihat pemandangan yang elok, ikut serta menghirup udara yang segar. Menarik lagi cerita dari Khareul Umur pngajar muda dari Cirebon yang ditugaskan di daerah Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Dia mendadak menjadi pejagal.
Seorang Pendeta memintanya untuk menyembelih kambing untuk acara syukuran orang meninggal. Para penduduk tahu bahwa muslim hanya memakan hewan dengan tata cara tertentu. Selanjutnya, Chaerul Umur menjadi pemotong hewan dadakan di kampung tersebut. Dan hewan yang disembelih pun tidak hanya kambing, namun juga sapi. Jumlahnya pun semakin banyak. Padahal dia sebelumnya tidak pernah memotong hewan sama sekali.
Seorang Pendeta memintanya untuk menyembelih kambing untuk acara syukuran orang meninggal. Para penduduk tahu bahwa muslim hanya memakan hewan dengan tata cara tertentu. Selanjutnya, Chaerul Umur menjadi pemotong hewan dadakan di kampung tersebut. Dan hewan yang disembelih pun tidak hanya kambing, namun juga sapi. Jumlahnya pun semakin banyak. Padahal dia sebelumnya tidak pernah memotong hewan sama sekali.
Terbayang bagaimana erat toleransi diantara warga dan pengajar. Tertuliskan juga bagaimana berat misi mereka dalam mengajar. Kadang harus menemuai sinyal ponsel yang tak kunjung ada. Atau malah merasakan listrik hanya waktu menjelang maghrib hingga jam 09.00 malam. Wow, saya membayangkanya serasa tercekik dengan rasa ketidakterimaan saya terhadap suatu pencapaian. Dan membaca buku inilah kembali tersyukur atas penerimaan yang ternyata lebih nikmat.
Cerita lain yang dituliskan di buku setebal 433 halaman ini. Masih berisikan hal-hal seputar mereka mengajar, cerita anak didik yang unik-unik, pemandangan yang indah, dan kedekatan mereka bersama penduduk dan alam. Pengajar Muda ditempatkan didaerah terpencil: Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Lebak, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Kabupaten Bima, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Kapuas Hulu, Kepulauan Sangihe, dan Maluku Tenggara Barat.
Dicetak pertama kali pada bulan Juni 2012 bulan kemarin. Buku ini dibagi dalam beberapa Bab, sehingga cerita tersusun rapi dan sesuai tema. Ada bab tentang Cinta dan Pengabdian, Cerita Anak-anak kami, Memupuk Optimisme, dan Buah Manis dari Usaha. Di akhir buku disertakan pula profil daerah penempatan dan profil pengajar Muda yang kesemuanya adalah mahasiswa berprestasi.
Buku ini sangat direkomendasikan untuk pengajar Indonesia. Sebagai inspirasi dalam melaksanakan tugas mengajar. Begitu juga membacanya akan menggugah arti syukur dalam kehidupan. Saya kira pantaslah para Pengajar Muda ini menjadi sosok Pengajar Kreatif yang patut ditauladani.
Semoga bermanfaat ;)